Halaman

Selasa, 26 Agustus 2014

Paninjoan Another Stories...

Melihat Rawa Danau dari ketinggian Puncak Paninjoan merupakan hal yang mengasyikan. Terkadang keindahan ini begitu menggoda sehingga kita rela untuk bersusah payah merasakannya.

Adam, Alvin, Om Iwan sebagai goweser baru sangat berantusias untuk menikmati indahnya pemandangan yang disajikan oleh Paninjoan. Sebagai sahabat saya pun ikut terpancing untuk mengantarkan mereka ketempat ini.


Yang indah kadang memabukkan, begitupun Paninjoan. Tanjakan demi tanjakan super panjang harus kami lalui untuk menuju kesini. Adam & Alvin yang jiwa dan raganya memang didesain untuk bermain dan bersenang-senang sangat menikmati rute kali ini, walaupun sesekali mereka pun lelah tapi semangat untuk cepat sampai masih sangat menggebu. Beda hal dengan Om Iwan & Saya, umur memang tak bisa dibohongi. Lemak tubuh yang mayoritas mengililingi lingkaran perut sungguh membuat dengkul dan paha menjadi lengket sehingga sulit untuk mengayuh.


Om Iwan sungguh terbuai dengan rute kali ini, bukan hanya mabuk dibuatnya rute kali ini pun sudah membuatnya terlena sampai-sampai tak sanggup lagi untuk mengayuh. Setiap orang memang punya kemampuannya sendiri – sendiri, ketika kemampuan itu sudah mencapai batasnya maka berhentilah dan jangan dipaksakan karena akan berakibat fatal.


Tinggallah saya beserta dua orang generasi muda yang masih saja bersemangat. Mengawasi kedua orang ini menjadi kewajiban kali ini karena tinggal sayalah yang dewasa diantara mereka. Dan terkadang kami pun berhenti untuk sekedar menghela nafas.


Rasa lelah dan perjuangan kali ini sungguh tiada artinya ketika memandang permadani hijau Rawa Danau dari kejauhan Paninjoan. Disini kami berjumpa dengan satu orang goweser yang bernama Om Azhev, Yuppp.... Sebelum kembali pulang kami pun mengabadikan special moment kali ini dan dilanjutkan dengan meluncur turun kembali ke Cilegon dengan Om Iwan menunggu diantara perbukitan.... (Bravo Om Iwan Next Time Kita Taklukkan Paninjoan + Rumah Hutan Cidampit). 


Moro Photos : 
https://picasaweb.google.com/118015454831154083739/PaninjoanWithOmIwan

Senin, 16 Juni 2014

Cibangkong+SPG+Hujan = Mantab...

Setelah sekian lama gowes didominasi dengan melahap jalur Cikebel Mania kali ini kami memutuskan untuk gowes ke jalur SPG... Yup hanya SPG...

Seperti biasa sebelum memulai gowes ke arah Selatan kami mengisi energi dengan sarapan bubur ayam Cirebon samping SMP 1 Cilegon.  Gowes Kali ini diikuti oleh Om Iwan, Om Mull, Om Budi, Om Sahro, Om Asep, Om Mario, Adam, dan Saya.

Udara sejuk disertai hujan rintik – rintik mengawali perbincangan pagi itu. Om Mull yang telah lama bertapa di jalur Cikebel rupanya menyimpan energi tak terbendung kala itu. Gowes yang semula hanya bertujuan ke SPG dibelokkan 180 derajat ke arah Cibangkong via Nyi Mas Carik... Walahhhhhh  benar – benar menantang, apalagi untuk Om Iwan yang pertama kali gowes.



Memang tak salah pilihan rute gowes kali ini. Udara sejuk yang jarang ditemui di Cilegon ini memberikan stamina luar bisa bagi kami, melewati rimbunnya hutan pohon melinjo dan menikmati sejuknya udara sekitar yang sekali – kali menggiring kami untuk mampir ke teras rumah warga untuk sejenak memandangi kucuran air langit kala itu.

Melewati rindangnya pepohonan via jalur Nyi Mas Carik sungguh luar biasa... Ekosistem yang masih terjaga ini membuat kami terbuai dalam keindahan. Setibanya di depan area Makam Nyi Mas Carik gowes dilanjutkan belok ke kiri menuju tanjakan berunduk nan eksotis. Om Iwan sebagai goweser pemula sangat menikmati jalur ini.... Bahkan saking menikmatinya beliau tak mau terlalu cepat melintasi rute ini. Cara beliau menikmatinya adalah dengan jalan santai sambil menuntun sepeda dengan sekali-kali menyapa penduduk sekitar.... Walah.... bak selebritis Om Iwan kala itu.


Setibanya di Cibangkong kami langsung memesan beberapa gelas jahe hangat dan membungkus kue lupis yang legendaris itu. Gemercik air pun menambah suasana santai kala itu. Tak ingin melewati moment ini kami pun berfoto ria diatas kali Cibangkong.



Puas menikmati alam Cibangkong gowes kami lanjutkan menuju Sego Pecel Geh (Waras Farm). Rute yang kami lewati adalah menuju balik ke pasar Waringin Kurung. Pertigaan sebelum pasar gowes dilanjutkan dengan belok ke kiri menuju perkebunan pepaya California. Om Iwan yang pertama kali melihat pemandangan seperti ini langsung berhenti dan mengelus pepaya montok itu untuk diabadikan. Setelah bertemu pertigaan gowes dilanjutkan belok ke kanan. Di jalur ini kami disuguhkan indahnya pemandangan Bukit Pekembaran yang menyerupai Piramida.


Sejenak kami terperanga memandangi bukit piramida hijau ini sebelum akhirnya gowes dilanjutkan dengan belok ke kiri setelah bertemu jalan raya untuk menuju Perbukitan Cikerai. Selepas Kuburan Cina gowes dilanjutkan dengan belok ke kiri menuju Desa Melati, dirute ini warga yang ramah siap menanti.

Setibanya di Waras Farm ternyata Nyonya rumah sudah duluan tiba dengan beberapa tetangga. Mereka pun rupanya ingin menikmati indahnya pemandangan bukit Cikerai sambil menyantap lezatnya Sego Pecel Kembang Turi.


More Photos : https://picasaweb.google.com/118015454831154083739/CibangkongSPG 

Senin, 07 April 2014

Just Cikebel...

Selepas gowes yang menguras energi ke Rawa Danau banyak dari anggota komunitas yang sibuk dengan rutinitasnya masing – masing, ada yang sedang renovasi rumah, lembur berlebihan karena ekspansi perusahaan, tugas overseas, terkena cacar, frame sepeda rusak dan menunggu gantinya karena masih garansi, dll.

Gowes memang ada masanya dan disetiap masa ada penggowes yang terlalu cinta akan rutinitasnya. Agar tidak lupa dengan dinamika gowes Om Mull, Om Amirul, Om Budi, Pak Diding, Mas Taufik, & Saya dalam beberapa minggu ini pun mencari rute gowes jarak dekat yang jam 09:00 sudah sampai dirumah. Cari punya cari rute terbaik pun jatuh ke Jalur Cikebel.

Sebelum gowes jalur Cikebel ada tempat sarapan yang murah meriah dengan menu nasi uduk kuning + telur balado + dua potong gorengan dengan harga Rp 6.000 di desa Kubang Wates.


Jalur Cikebel terletak tak jauh dari pintu tol Cilegon Barat, dipertigaan pintu tol gowes dilanjutkan lurus saja menuju kampung terdekat, setibanya dengan persipangan pilihlah jalur ke kanan dan gowes terus sampai bertemu pertigaan lalu pilih jalur ke kiri (disini ada turunan yang cukup asik), di trek ini kita akan bertemu dengan persawahan berlatar belakang perbukitan dan beberapa rumah warga.


Jangan lupa untuk berfoto ria di trek ini, pemandangannya cukup bagus. Tak jauh dari sini gowes dilanjutkan dengan **belok ke kanan setelah pertigaan yang sedikit menanjak. Rute ini cukup untuk mengeluarkan keringat kerena kita secara tidak sadar sudah mulai menanjak dari awal.

Setibanya dikampung gowes dapat dilanjutkan menuju perbukitan. Pemandangan disini pun luar biasa indahnya, menurut penduduk sekitar bukit ini terlekat di kampung Cipeda. Dari bukit untuk gowes pulang ada dua alternatif. Yang (1) kita dapat sedikit hiking menuruni jalan setapak sampai ttb untuk menuju Desa Gerem. Atau (2) balik lagi ke jalur yang sama, akan tetapi dipertigaan yang** gowes lurus saja mengikuti tanda jalan PKC.


Sebelum finish di Palm Hills gowes dilanjutkan menuju bukit yang sedang dikeruk dimana nantinya akan tembus di bundaran Palm Hills.


Yups.... kesibukan memang ada kalanya membuat kita berfikir ulang untuk gowes. Akan tetapi sempatkanlah sedikit waktu untuk gowes jarak dekat.  Setidaknya ada keringat yang keluar untuk melengkapi perbaikan metabolisme tubuh.  

More Photos : https://picasaweb.google.com/118015454831154083739/Cikebel

Senin, 03 Februari 2014

Rawa Danau Session 3

Laki – laki itu memang di desain untuk selalu menjadi pribadi yang penuh akan keberanian, menyukai tantangan, dan nekat.  Terkadang ketiga point itu manjadi satu menjadi “TEKAD”, meski terkadang semua itu bertentangan dengan kenyataan. Ini bukan pernyataan ramalan bintang ataupun peruntungan di Tahun Kuda Kayu.  Ini semua hanyalah kegundahan ketika harus kembali lagi untuk ke tiga kalinya menyapa rute Rawa Danau.


Ekosistem Rawa Pegunungan satu – satunya di Asia ini dan yang ke dua di Dunia (satu lagi di Amazone). Terpampang didepan mata kita, yah... Banten memang memiliki semuanya. Goweser muda seperti Taufik dengan darah membaranya selalu saja merengek untuk sesegera mungkin menjelajahi rute ini. Seiring dengan harapan Taufik, Om Mull sebagai dedengkotnya Rawa Danau terpancing jiwa dan semangatnya untuk sekali lagi membimbing kami melintasi rute ini.

Lagi – lagi gowes kali ini diikuti oleh 7 Penggowes Tahan Panas (Oppa Ketut, Om Mull, Abah Budi, Om Asep, Mas Taufik, Mas Diki, & Saya). Bubur Lapindo tentu menu wajib sebelum gowes, menunggu Oppa Ketut dan Mas Diki di Krenceng, dan menyusul Abah Budi di Pasar Mancak. Di Pasar Mancak kami mengisi beberapa perbekalan seperti air, timun, coklat, permen, sirup anti masuk angin, & nasi (coklat dan permen selain untuk diri sendiri akan berguna karena banyak anak kecil di setiap kampung yang dilalui).


Setelah semuanya siap gowes Etafe 1 pun di mulai rutenya adalah Pasar Mancak – Desa Bulakan. Tanjakan demi tanjakan harus dilalui di etafe ini dan tentu saja dengan perbekalan seberat 6 Kg di pundak (mayoritas air). Saya pun menjadi goweser yang paling ngos – ngosan di etafe ini. Beruntung Om Mull mau berbagi beban di tengah perjalanan sehingga beban sedikit berkurang.

Etafe 2 Desa Bulakan – Desa Cikedung Rawa Danau. Di etafe ini kami disambut dengan turunan tajam yang asoy geboy. Pastikan jok sepeda diturunkan disini dan kondisi rem sepeda prima. Ditengah perjalanan saya bertemu dengan pengendara motor yang membawa 3 zak semen..... Dan sungguh malang nasib beliau, motor kesayangan ternyata tak mampu membawanya menuju keatas. Beruntung tidak oleng ke arah jurang. Fokus akan tujuan dan memastikan diri untuk tidak oleng seperti pengendara motor tadi memang butuh konsentrasi di etafe ini, hingga akhirnya saya bertemu dengan rombongan lainnya yang sudah lebih dahulu beristirahat disebuah kolam kecil dengan air yang sedikit mengalir.....

Yah sangat sedikit tidak seperti gowes Rawa Danau sebelumnya dimana kami dapat dengan mudah menemukan sumber mata air. Kondisi hutan yang perlahan mulai rusak karena penebangan pohon oleh penduduk sekitar mungkin menjadi pemicu hilangnya beberapa sumber mata air. Uang memang membutakan, keasrian pada akhirnya harus hilang karena ketidakpuasan segelintir orang akan kehidupan yang mereka alami.


Udara sejuk hanyalah harapan, matahari sepertinya sedang berbaik hati kala itu. Dengan setianya Ia menemani kami disepanjang perjalanan gowes kali ini. Sesampainya di Kantor Desa Cikedung kami memutuskan untuk beristirahat sejenak dan menyantap perbekalan yang kami siapkan sebelumnya. Tak disangka Oppa Ketut membawa beberapa buah Salak dan Mas Diki membawa pisang goreng yang ternyata masih hangat. Lengkap sudah isrirahat kali  ini.




Setelah tubuh kembali segar dan bersemangat gowes pun dilanjutkan menuju Etafe ke 3 yaitu Desa Cikedung – Desa Cikurai. Sebelum memasuki etafe ini jangan lupa untuk berdoa, karena medan yang akan dilalui adalah hutan belantara, jalan bebatuan, udara lembab, dan lumpur. Ini adalah etafe tersulit dari rangkaian rute gowes Rawa Danau. Disini kita seperti diawasi (jangan pernah gowes sendirian), jalan bebatuan yang licin sangat sulit untuk digowes. Sesekali kami harus turun dari sepeda karena bebatuan yang tidak memungkinkan untuk dilalui oleh sepeda. Di etafe ini sebenarnya kami memiliki tempat favorit untuk istirahat makan siang dan menunaikan ibadah Shalat Dzuhur. Akan tetapi ternyata di tempat ini air pun sudah bosan untuk mengalir, terpaksa kami melanjutkan gowes untuk mencari sumber mata air lainnya. Beruntung tidak jauh dari tempat tadi kami menemukan sumber mata air yang masih mengalir. “Alam hanya minta untuk dijaga” kearifan lokal yang mulai tergerus karena perkembangan zaman telah menggiring mereka untuk meningkatkan penghasilan demi kebutuhan Tersier dan mendorong terjadinya kerusakan hutan terutama hilangnya pepohonan untuk ditukarkan dengan pakaian, elektronik, atau sepeda motor idaman. 


Rawa Danau sebagai ekosistem rawa pegunungan satu –satunya di Indonesia haruslah dijaga dengan penuh kehati – hatian. Tempat ini sudah menjadi Cagar Alam jauh sebelum kita merdeka. Belanda kala itu sudah menjadikan tempat ini sebagai tempat yang sangat dilindungi, bukan karena tempat ini merupakan Rawa Pegunungan yang langka akan tetapi juga merupakan sumber air yang sangat vital bagi Provinsi Banten. Jika tempat ini hancur akan sulit bagi masyarakat maupun Industri di Banten mendapatkan sumber mata air. Waduk Krenceng yang sangat besar itu pun airnya bersumber dari sini. 

Selepas beristirahat dan makan siang di tengah hutan dengan menu spesial Balado Teri Kacang (BKT) yang hanya dimasak oleh nyonya rumah jika gowes jarak jauh, gowes pun kami lanjutkan menuju Desa Ciraap karena didesa ini terdapat Masjid yang menjadi tujuan utama kami yang beragama Islam untuk menunaikan Shalat Dzuhur. Setibanya di desa yang dituju kami meminta izin kepada penduduk sekitar untuk menunaikan Shalat Dzuhur disini, sambil beristirahat sejenak disebuah warung untuk meminum hangatnya teh manis (rasa air sangat eksotis karena dimasak menggunakan kayu). Tak lupa kami membagikan permen kepada anak kecil yang berada disekitar kami.



Puas beristirahat perjalanan dilanjutkan bergowes ria menuju ujung dari desa Cikurai dengan melintasi Jembatan Cidanau (Jembatan Paris) yang legendaris. Disini kami sempat mengkudeta jembatan selama beberapa menit untuk berfoto ria. Untung saja pengendara motor yang melintas memaklumi dan tidak marah kepada kami.



Etafe ke 4 Jl. Raya Padarincang Anyer – Cinangka Anyer – Cilegon kami lalui dengan sisa – sisa tenaga yang ada. Dan seperti bisa Oppa Ketut yang badannya terbuat dari Otot semua langsung On Fire bergowes di etafe ini untuk tiba di rumah idaman Pukul 17:30 (Luarrrrrrr Biasaaaaa). Sisa kami ber 6 dengan sekuat tenaga bergowes pelan namun pasti menuju rumah idaman masing –masing dengan bergowes beriringan. Ditengah perjalanan kami berhenti sejenak untuk menunaikan Ibadah Shalat Ashar. Sesampainya di pertigaan Cinangka kami kembali urunan untuk membeli beberpa botol air mineral. Ditengah perjalanan Om Mull memutuskan untuk berhenti kembali demi merasakan segarnya buah kelapa muda (Thanks to Pak Asep yang sudah traktir)..... Setelah puas beristirahat disini gowes pun dilanjutkan untuk kembali ke rumah. Sesekali kami harus berhenti karena tubuh ini sudah hampir mencapai batas kemampuannya (pantat rasanya seperti dipanggang sangat panas). Dan...... Akhirnya dengan perjuangan yang sangat panjang kami pun rata – rata sampai di rumah Pukul 19:00 (88 KM). Kecuali Abah Budi yang rumahnya nan jauh di Serang dengan jarak tempuh hampir 100 KM.


“Hidup memang soal keberanian menghadapi yang tanda tanya” (GIE). Sadar akan kemampuan diri saya secara pribadi menyatakan bahwa Gowes Rawa Danau Session 3 ini merupakan gowes saya yang terakhir untuk rute ini. Tongkat estafet rute ini saya serahkan kepada mereka yang jiwanya masih muda, masih membara (Mas Taufik dan Mas Diki). Rute ini menyajikan banyak hal : Pertemanan, Keberanian, Pengetahuan, Sosial, Cinta akan Alam, & Kepedulian. 

Bukan tentang seberapa kuat kita dapat mengayuh, tapi seberapa kuat kita dapat menahan diri untuk tidak mengeluh dan terus berjuang”. 

More Photos:
https://picasaweb.google.com/118015454831154083739/RawaDanauSession3